Reaksi-reaksi yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup bekerja secara optimal pada suhu 30°C (suhu ruang), misalnya pada suhu tubuh tumbuhan. Sedangkan di dalam tubuh hewan homoitermis berlangsung pada suhu 37°C. Pada suhu tersebut proses oksidasi akan berjalan lambat. Agar reaksi-reaksi berjalan lebih cepat diperlukan katalisator.
3.3.1. Susunan enzim
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan proteindisebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim. Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B.
3.3.2. Ciri-ciri enzim
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja secara khusus, dapat digunakan berulangkali, rusak oleh panas tinggi, terpengaruh oleh pH, diperlukan dalam jumlah sedikit, dan dapat bekerja secara bolak-balik.
3.3.2.1. Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
3.3.2.2. Bekerja secara khusus
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
3.3.2.3. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
3.3.2.4. Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
3.3.2.5. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
3.3.2.6. Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula. Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
3.3.2.7. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
3.3.2.7.1 Suhu
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
3.3.2.7.2. pH
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer)
3.3.2.7.3. Hasil akhir
Kerja enzim dipengaruhi hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyebabkan enzim sulit “bertemu’ dengan substrat. Semakin menumpuk hasil akhir, semakin lambat kerja enzim.
3.3.2.7.4. Zat penghambat
Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut zat penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur seperti substrat sehingga enzim salah masuk ke penghambat tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: semisal enzim itu anak kunci, terdapat zat penghambat (inhibitor) yang:
- strukturnya mirip anak kunci (enzim), sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok kunci (substrat).
- bentuknya mirip gembok kunci (substrat), sehingga enzim sebagai anak kunci “keliru masuk ” ke anak kunci palsu.
3.3.3. Penamaan enzim
Enzim diberi nama sesuai dengan substratnya, diberikan akhiran ase.
a. Enzim selulase, adalah enzim yang dapat menguraikan selulosa.
b. Enzim lipase, menguraikan lipid atau lemak.
c. Enzim protease, menguraikan protein.
d. Enzim karbohidrase, menguraikan karbohidrat.
Karbohidrase merupakan suatu kelompok enzim. Termasuk di dalamnya amilase, menguraikan amilum menjadi maltosa dan maltase, menguraikan maltosa menjadi glukosa. Ada dua cara penamaan enzim, yaitu secara sistematis (berdasarkan atas reaksi yang terjadi) dan trivial (nama singkat).
Contohnya:
ATP+ glukosa ADP+Glukosa 6-Fosfat
Nama sistematik: ATP: Glukosa 6-Fosfat
Nama trivial : Heksokinase
Dengan berkembangnya ilmu genetika dan dilakukannya berbagai percobaan di bidang ini, dapat dibuktikan bahwa pembentukan enzim atau kelompok enzim diatur oleh gen atau kelompok gen dalam kromosom. George Beadle dan Edward Tatum mendapat hadiah novel pada tahun 1958 atas jasa mereka menemukan gen pengendali sintesis protein dan enzim yang disimpulkan dalam suatu teori “one gene, one enzyme”.
3.3.4. Cara kerja enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, maka akan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Ada 2 teori mengenai kerja enzim, yaitu:
a. Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
b. Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat.
3.3.5. Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif (Gambar 3.4B )
a. Inhibitor kompetitif
Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat.
Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b. Inhibitor nonkompetitif
Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Gambar 3.4. A Kerja enzim seperti gembok-anak kunci B. Inhibitor kompetitif dan non kompetitif
(Campbell, 2006)
c. Inhibitor irreversibel
Inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible). Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang menghambat kerja asetilkolin-esterase.
Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu : enzim. Enzim merupakan pengatur suatu reaksi. Berikut ini adalah contoh reaksi yang diatur oleh enzim. Contohnya:
Enzim maltase
Maltosa ———-> 2 glukosa
(substrat) <——— (produk)
Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat. Dalam contoh reaksi di atas substratnya adalah maltosa. Bahan baru atau materi yang dibentuk sebagai hasil reaksi disebut produk. Dalam contoh reaksi di atas hanya ada 1 produk yaitu glukosa. Enzim yang mengkatalisis adalah maltase. Reaksi tersebut dapat berlangsung ke arah sebaliknya. Dengan kata lain reaksinya dua arah (reversible), maltosa dapat berubah menjadi glukosa dan glukosa dapat berubah menjadi maltosa. Enzim yang bekerja di kedua reaksi adalah maltase. Jika terdapat maltosa lebih banyak daripada glukosa, reaksi berlangsung dari kiri ke kanan. Sebaliknya, jika glukosa terdapat lebih banyak daripada maltosa, maka reaksi berlangsung dari kanan ke kiri.Maltosa ———-> 2 glukosa
(substrat) <——— (produk)
3.3.1. Susunan enzim
Secara kimia, enzim yang lengkap (holoenzim) tersusun atas dua bagian, yaitu bagian protein dan bagian yang bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, bersifat labil (mudah berubah), misalnya terpengaruh oleh suhu dan keasaman. Bagian yang bukan proteindisebut gugus prostetik (aktif), terdiri atas kofaktor atau koenzim. Kofaktor berasal dari molekul anorganik, yaitu logam, misalnya besi, tembaga, dan seng. Sedangkan koenzim merupakan gugus prostetik terdiri atas senyawa organik kompleks, misalnya NADH, FADH, koenzim A, dan vitamin B.
3.3.2. Ciri-ciri enzim
Enzim merupakan suatu protein yang bekerja secara khusus, dapat digunakan berulangkali, rusak oleh panas tinggi, terpengaruh oleh pH, diperlukan dalam jumlah sedikit, dan dapat bekerja secara bolak-balik.
3.3.2.1. Protein
Sebagian besar enzim (kecuali ribozime), adalah protein. Dengan demikian sifat-sifat yang dimilikinya sama dengan sifat sifat protein, yaitu: menggumpal pada suhu tinggi dan terpengaruh oleh pH
3.3.2.2. Bekerja secara khusus
Enzim tertentu hanya dapat mempengaruhi reaksi tertentu, dan tidak dapat mempengaruhi reaksi lainnya. Sebagai contoh: di dalam usus rayap terdapat protozoa yang menghasilkan enzim selulase sehingga rayap dapat hidup dengan makan kayu karena dapt mencerna selulosa (salah satu jenis karbohidrat/polisakarida). Sebaliknya manusia tidak dapat mencerna kayu, meskipun mempunyai enzim amilase, yaitu enzim yang dapat mencerna amilum/pati (yang juga merupakan jenis polisakarida). Enzim amilase dan selulase masing-masing bekerja secara khusus.
3.3.2.3. Dapat digunakan berulang kali
Enzim dapat digunakan berulang kali karena enzim tidak berubah pada saat terjadi reaksi. Meskipun dalam jumlah sedikit, adanya enzim dalam suatu reaksi yang dikatalisirnya akan mempercepat reaksi, karena enzim yang telah bekerja dalam reaksi tersebut dapat digunakan kembali.
3.3.2.4. Rusak oleh panas
Enzim adalah suatu protein yang dapat rusak oleh panas disebut denaturasi. Kebanyakan enzim rusak pada suhu di atas 50°C. Reaksi kimia akan meningkat dua kali lipat dengan kenaikan suhu sebesar 10oC. Kenaikan suhu di atas suhu 50°C tidak dapat meningkatkan reaksi yang dikatalisir oleh enzim, tetapi justru menurunkan atau menghentikan reaksi tersebut. Hal ini disebabkan enzimnya rusak sehingga enzim tersebut tidak dapat bekerja. Demikian juga apabila kita memesan enzim-enzim dari perjalanan, dan enzim tersebut disimpan dalam lemari es. Suhu rendah tidak merusak enzim tetapi hanya menonaktifkannya saja.
3.3.2.5. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Oleh karena enzim berfungsi sebagai mempercepat reaksi, tetapi tidak ikut bereaksi, maka jumlah yang dipakai sebagai katalis tidak perlu banyak. Satu molekul enzim dapat bekerja berkali-kali, selama molekul tersebut tidak rusak.
3.3.2.6. Dapat bekerja bolak-balik
Umumnya enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Artinya, suatu enzim dapat bekerja menguraikan suatu senyawa menjadi senyawa-senyawa lain, dan sebaliknya dapat pula bekerja menyusun senyawa-senyawa itu menjadi senyawa semula. Pada tumbuhan, proses fotosintesis menghasilkan glukosa. Apabila glukosa yang dihasilkan dalam jumlah banyak, maka glukosa tersebut diubah dan disimpan dalam bentuk pati. Pada saat diperlukan, misalnya untuk pertumbuhan, pati yang disimpan sebagai cadangan makanan tersebut diubah kembali menjadi glukosa.
3.3.2.7. Kerja enzim dipengaruhi lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh pada kerja enzim adalah suhu, pH, hasil akhir, dan zat penghambat.
3.3.2.7.1 Suhu
Enzim bekerja optimal pada suhu 30°C atau pada suhu tubuh dan akan rusak pada suhu tinggi. Biasanya enzim bersifat nonaktif pada suhu rendah (0°C atau di bawahnya), tetapi tidak rusak. Jika suhunya kembali normal enzim mampu bekerja kembali. Sementara pada suhu tinggi, enzim rusak dan tidak dapat berfungsi kembali.
3.3.2.7.2. pH
Enzim bekerja optimal pada pH tertentu, umumnya pada pH netral. Pada kondisi asam atau basa, kerja enzim terhambat. Agar enzim dapat bekerja secara maksimal, pada penelitian/percobaan yang menggunakan enzim, kondisi pH larutan dijaga agar tidak berubah, yaitu dengan menggunakan larutan penyangga (buffer)
3.3.2.7.3. Hasil akhir
Kerja enzim dipengaruhi hasil akhir. Hasil akhir yang menumpuk menyebabkan enzim sulit “bertemu’ dengan substrat. Semakin menumpuk hasil akhir, semakin lambat kerja enzim.
3.3.2.7.4. Zat penghambat
Zat yang dapat menghambat kerja enzim disebut zat penghambat atau inhibitor. Zat tersebut memiliki struktur seperti enzim yang dapat masuk ke substrat, atau ada yang memiliki struktur seperti substrat sehingga enzim salah masuk ke penghambat tersebut. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: semisal enzim itu anak kunci, terdapat zat penghambat (inhibitor) yang:
- strukturnya mirip anak kunci (enzim), sehingga zat penghambat itu dapat masuk ke dalam gembok kunci (substrat).
- bentuknya mirip gembok kunci (substrat), sehingga enzim sebagai anak kunci “keliru masuk ” ke anak kunci palsu.
3.3.3. Penamaan enzim
Enzim diberi nama sesuai dengan substratnya, diberikan akhiran ase.
a. Enzim selulase, adalah enzim yang dapat menguraikan selulosa.
b. Enzim lipase, menguraikan lipid atau lemak.
c. Enzim protease, menguraikan protein.
d. Enzim karbohidrase, menguraikan karbohidrat.
Karbohidrase merupakan suatu kelompok enzim. Termasuk di dalamnya amilase, menguraikan amilum menjadi maltosa dan maltase, menguraikan maltosa menjadi glukosa. Ada dua cara penamaan enzim, yaitu secara sistematis (berdasarkan atas reaksi yang terjadi) dan trivial (nama singkat).
Contohnya:
ATP+ glukosa ADP+Glukosa 6-Fosfat
Nama sistematik: ATP: Glukosa 6-Fosfat
Nama trivial : Heksokinase
Dengan berkembangnya ilmu genetika dan dilakukannya berbagai percobaan di bidang ini, dapat dibuktikan bahwa pembentukan enzim atau kelompok enzim diatur oleh gen atau kelompok gen dalam kromosom. George Beadle dan Edward Tatum mendapat hadiah novel pada tahun 1958 atas jasa mereka menemukan gen pengendali sintesis protein dan enzim yang disimpulkan dalam suatu teori “one gene, one enzyme”.
3.3.4. Cara kerja enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, maka akan menempel pada enzim.Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk. Ada 2 teori mengenai kerja enzim, yaitu:
a. Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
b. Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat.
3.3.5. Inhibitor
Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible. Inhibitor reversible dibedakan menjadi inhibitor kompetitif dan nonkompetitif (Gambar 3.4B )
a. Inhibitor kompetitif
Menghambat kerja enzim dengan menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi substrat.
Inhibitor kompetitif misalnya malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat oseli suksinat.
b. Inhibitor nonkompetitif
Inhibitor ini biasanya berupa senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan konsentrasi substrat.
Gambar 3.4. A Kerja enzim seperti gembok-anak kunci B. Inhibitor kompetitif dan non kompetitif
(Campbell, 2006)
c. Inhibitor irreversibel
Inhibitor ini berikatan dengan sisi aktif enzim secara kuat sehingga tidak dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula (irreversible). Contohnya, diisopropilfluorofosfat yang menghambat kerja asetilkolin-esterase.